Rabu, 16 November 2011

model pemikiran pendidikan menurut Ibnu Sina

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Biografi dan Riwayat Ibnu Sina
Nama asli Ibnu Sina adalah Abu ‘Ali al Husein Ibn Abdullah. Ia lahir di Bukharah tahun 370H./980M. Ia di anggap seorang yang cerdas karena dalam usia sangat muda pada umur 10 tahun ia sudah banyak mempelajari agama isalm serta menghafal al-qur’an seluruhnya dan  pada umur 17 tahun ia di kenal sebagai filosof dan dokter terkemuka di Bukhara. Selain itu Ibnu Sina juga dikenal sebagai tokoh yang luar biasa. Kecualisebagai seorang ilmuan ia juga dapat melakukan berbagai pekerjaan dengan baik seperti dalam bidang kedokteran, pendidikan, penasehat politik, pengarang, dan bahkan menjadi wazir (menteri).
Dalam sejarah pemikiran islam, Ibnu Sina dikenal sebagai intelektual muslim yang banyak mendapat gelar. Sebagai ilmuan Ibnu Sina telah berhasil menyumbangkan buah pemikirannya dalam buku karangannya yang berjumlah 276 buah. Bukunya yang terkenal diantaranya yaitu asy-syifa berupa ensklipedi tentang fisika, matematika dan logika serta al-Qanun at Tibb yang merupakan ensklipedi tentang kedokteran.
Dalam pandangan Ibnu Sina,  pendidikan tak hanya memperhatikan aspek moral, namun juga membentuk individu yang menyeluruh termasuk, jiwa, pikiran dan karakter.  Menurutnya, pendidikan sangat  penting diberikan kepada anak-anak untuk mempersiapkan diri untuk menghadapi masa dewasa.
Ibnu Sina mengungkapkan, seseorang harus memiliki profesi tertentu dan harus bisa berkontribusi bagi masyarakat. Ibnu Sina mengungkapkan pendidikan itu harus diberikan secara berjenjang berdasarkan usia.

2.2 Pandangan Ibnu Sina terhadap Pendidikan
Ibnu Sina banyak memberikan saham dalam meletakkan dasar pendidikan islam, yang amat berharga sekali dan tidak kecil pengaruhnya terhadap pendidikan islam dewasa ini. Pandangan Ibnu Sina terhadap pendidikan (sistem) meliputi sebagai berikut:
a.       Pendidikan ketrampilan untuk mepersiapkan anak mencari penghidupannya.
Ibnu Sina mengintegrasinya antara nilai-nilai idealitas dengan pandangan pragnatis, sebagaimana yang ia katakan:”Jika anak telah selesai belajar Al-Qur’an dan menghafal dasar-dasar gramatika saat itu amatilah apa yang ia inginkan mengenai pekerjaanny, maka arahkanlah ia ke jalan itu. Jika ia menginginkan menulis maka hubungkanlah dengan pelajaran bahasa surat menyurat, bercakap-cakap dengan orang lain serta berbincang-bincang dengan mereka dan sebagainya kalau problem matematika, maka caranya harus bersamanya, membimbing dan menuliskannya. Dan jika ia ingin yang lain, maka bawalah ia kesana.
b.      Bahan bahan kurikulum tingkat awal untuk meningkatkan mutu pendidikan anak.
Pendapat Ibnu Sina tentang masalah ini sangat terkenal yaitu: “Sebaiknya diawali dengan mengajarkan Al-Qur’anul karim tapi dengan cara menghindarkan pengajaran yang bersifat memberatkan jasmani dan pikirannya.
Ibnu Sina menetapkan hal-hal yang telah diuraikan diatas dengan mengemukakan  prinsip-prinsip pendidikan sebagai berikut:
1)      Jangan memulai pengajaran Al-Qur’an kepaa anak melainkan setelah anak tingkat kematengan akal dan jasmaniah yang memungkinkan dapat menerima apa yang diinginkan,
2)      Mengintegrasikan antara pengajaran Al-Qur’an dengan huruf hijaiyah, yang memperkuat pandangan pendidikan modern saat ini yaitu dengan metode campuran antara metode analitis dan strukturalitis dalam mengajar membaca dan menulis (merupakan metode paling baru dalam pengajaran bahasa kepada anak saat ini). Metode seperti telah dilaksanakan ahli fiqh yang mengajar di Al-Kuttab, padahal mereka tidak pernah mempelajari metode ini dalam pengajaran membaa dan menulis. Dalam metode ini pula diajarkan cara memahami huruf hijaiyah dengan lisan maupun tulisan. Pada waktu bersamaan mereka melatih dengan bacaan surat-surat pendek dan menuliskannya kedalam batu tulis dengan cara mencontoh.
3)      Kemudian anak diajar agama pada waktu tingkat kematangan yang mantab dimana menurut adat kebiasaan hidup keagamaan yang benar telah terbuka lebar sampai dapat menyerap kedalam jiwanya dan mempengaruhi daya indrawi reta perasaannya. Oleh karena pada umumnya masa kanak-kanak mendapatkan pengalaman dan pergaulan dengan ayah, ibu, guru, dan lai-lainnya sesuai adat kebiasaan mereka. Dalam pergaulan itu mereka menjadi contoh tauladan tauladan yang baik sehingga ia berakhlak mulia.
4)      Ibnu Sina juga memandangan penting pelajaran syair sehingga syair itu menjadi sarana pendidikan perasaan. Pelajaran ini dimulai dengan mengajarkan syair-syair yang menceritakan anak-anak yang glomour, sebab lebih mudah dihafal dan menceritakannya serta bait-baitnya lebih pendek-pendek dan ingatannya lebih gampang diucapkan.
Disamping itu dilihat dri aspek lainnya, syair dipandang sebagai kumpulan pantun arab yang berisi kebanggaan dan ungkapan pikiran bangsa arab. Ibnu Sina memilih syair-syair tertentu untuk anak-anak dilihat dari segi isi yang terkandung di dalamnya, sehingga mereka tidak belajar kecuali tentang  keutamaan sastra dan kebudayaan, pujian kepada ilmu dan celaan kepada kebodohan serta segala hal yang mendorong berbuat kebaikan kepada kedua orang tuanya, berbuat ma’ruf (kebajikan) dan menghormati tamu. Ibnu Sina menolak semboyan yang menyatakan bahwa “seni adalah untuk seni”, ia berpendapat bahwa seni dalam syair merupakan sarana pendidikan akhlak. Dengan demikian, maka seni atau sastra bertujuan untuk mengungkapkan perasaan manusia dalam berbagai coraknya.
Pengajaran yang diarahkan pada penulisan minat dan bakat pada masing-masing anak didik, sehingga mereka mampu menciptakan kreativitas belajar secara lebih mantab. Hal ini sesuai dengan yang dianjurkan oleh kurikulum modern saat ini. Anak harus diajar tentang pengetahuan umum yang bersifat dharuriyah, sehinggah terbukalah bakat dan kemampuannya yang pada saat ini memungkinkan anak dapat mengenal kecenderungan. Atas dasar kemampuan dan bakat inilah guru memilih pelajaran yang sesuai dengan tuntunan perkembangan hidupnya yang harmonis dan bermanfaat bagi dirinya serta lingkungan sekolah. 
2.3 Konsep pendidikan Ibnu Sina
Ilmu pendidikan merupakan ilmu yang berada pada garis terdepan dalam menyiapkan kader-kader yang siap untuk melaksanakan tugas-tugas agama, nusa dan bangsa. Sehingga pendidikan sangatlah penting bagi kehidupan kita, karena dengan pendidikan kita akan mendapat wawasan dan pengalaman banyak  dan mengembangkan potensi yang kita miliki dan menjadi insane kamil penurus bangsa untuk menuju kedepan yang lebih cerah.
Banyak para ilmuan mengungkapkan pendapat tentang konsep pendidikan yang baik, dan esuai dengan potensi yang dimiliki seseorang. Namun untuk membatasi pembahasan tentang konsep pendidikan menurut banyak ilmuwan kali ini kami akan menjelaskan konsep pendidikan yang di kembangkan oleh Ibnu Sina. 


1. Tujuan Pendidikan
Menurut Ibnu Sina, bahwa tujuan pendidikan harus diarahkan pada pengembangan seluruh potensi yang dimiliki seseorang ke arah perkembangannya yang sempurna, yaitu perkembangan fisik, intelektual dan budi pekerti. Selain itu juga harus diarahkan pada upaya mempersiapkan seseorang agar dapat hidup dimasyarakat secara bersama-sama dengan melakukan pekerjaan atau keahlian yang dipilihnya sesuai dengan bakat, kesiapan, kecendrungan dan potensi yang dilmilikinya.
Ibnu Sina berpendapat bahwa tujuan pendidikan adalah untuk mencapai kebahagiaan (sa’adat).  Kebahagiaan dicapai secara bertingkat sesuai dengan tingkat pendidikan yang dikemukakannya sebelumnya yaitu: kebahagian pribadi, kebahagian rumah tangga, kebahagian masyarakat dan kebahagian manusia secara menyeluruh dan pada akhirnya adalah kebahagian manusia di akhirat kelak. Jika setiap individu anggota keluarga memiliki akhlak mulia, maka akan tercipta kebahagian dirumah tangga. Selanjutnya jika rumah tangga memiliki akhlak mulia, maka akan tercipta kebahagian masyarakat dan selanjutnya kebahagiaan manusia seluruhnya.
Selain itu tujuan pendidikan yang dikemukakan Ibnu Sina tersebut tampak didasarkan pada pandangannya tentang Insan Kamil  (manusia yang sempurna), yaitu manusia yang terbina seluruh potensi diinya secara seimbang dan menyeluruh. Selain harus mengembangkan potensi dan bakat dirinya secara optimal dan menyeluruh, juga harus mampu menolong manusia agar eksis dalam melaksanakan fungsinya sebagai khalifah  di masyarakat.
Dan tidak hanya intelektual dan budi pekerti saja yang dikembangkan melainkan dengan kekuatan fisik yang menjadi pondasi dalam pengembangan potensi yang dimiliki seseorang. Kekuatan fisik diperoleh dari olahraga yang teratur dan makan, minum, tidur dan menjaga kebersihan badan dan lingkungan. Melalui pendidikan jasmani olahraga, seorang anak diarahkan agar terbina pertumbuhan fisiknya dan cerdas otaknya. Sedangkan dengan pendidikan budi pekerti di harapkan seorang anak memiliki kebiasaan bersopan santun dalam pergaulan hidup sehari-hari. Dan dengan pendidikan kesenian seorang anak diharapkan dapat mempertajam perasaannya dan meningkat daya hayal dan kreatifitasnya tidak terbatas dan bias terus berkembang sesuai dengan ide -  ide dan kemampuan yang dimilikinya.
Beberapa tujuan pendidikan menurut Ibnu Sina yaitu:
a)      Diarahkan kepada pengembangan seluruh potensi yang dimiliki seseorang menuju perkembangan yang sempurna baik perkembangan fisik, intelektual maupun budi pekerti.
b)      Diarahkan pada upaya dalam rangka mempersiapkan seseorang agar dapat hidup bersama-sama di masyarakat dengan melakukan pekerjaan atau keahlian yang dipilihnya disesuaikan dengan bakat, kesiapan, kecenderungan dan potensi yang dimilikinya.
Sedangkan tujuan pendidikan yang bersifat jasmani yang tidak boleh ditinggalkan yaitu pembinaan fisik dan segala sesuatu yang berkaitan dengannya seperti olah raga, tidur, maka, minum, dan menjaga kebersihan. Dengan pendidikan jasmani diharapkan terbinanya pertumbuhan fisik siswa anak yang cerdas otaknya. Melalui pendidikan budi pekerti anak diharapkan membiasakan diri berlaku sopan santun dalam pergaulan hidup sehari-hari. Adapun pendidikan kesenian diharapkan seorang anak dapat mempertajam perasaannya dan meningkatkan daya khayalnya.
Kemudian Ibnu Sina mengemukakan tujuan pendidikan yang bersifat keterampilan, yang artinya mencetak tenaga pekerja yang profesional.
Dari beberapa tujuan pendidikan tersebut di atas, kalau dihubungkan antara yang satu dengan yang lainnya menunjukkan bahwa Ibn Sina memiliki pola pemikiran tentang tujuan pendidikan yang bersifat hirarkis-struktural. Maksudnya tujuan pendidikan yang bersifat universal juga bersifat kurikuler (perbidang studi) dan bersifat operasional. Pandangan tentang insan kamil yaitu manusia yang terbina seluruh potensinya secara seimbang dan menyeluruh.
Faktor yang mempengarui terhadap tujuan pendidikan pada bidang keahliannya adalah situasi masyarakat yang sudah maju dan terspesialisasi dan pandangan filsafat.
2. Kurikulum
Secara sederhana istilah kurikulum digunakan untuk menunjukkan sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh untuk mencapai satu gelar atau ijazah atau suatu perangkat pembelajaran yang berisi sejumlah materi yang harus diberikan kepada anak didik. Pengertian ini sejalan dengan pendapat Crow dan Crow yang mengatakan bahwa kurikulum adalah rancangan pengajaran yang isisnya sejumlah mata pelajaran yang disusun secara sistematik yang diperlukan sebagai syarat untuk menyelesaikan suatu program pendidikan tertentu.
Kurikulum disini berfungsi sebagai alat mempertemukan kedua pihak antara pendidik dan anak didik. Sehingga anak didik dapat mewujudkan bakatnya secara optimal dengan belajar menyumbangkan jasanya untuk meningkatkan mutu kehidupan dalam masyarakatnya.
Dengan demikian Ibnu Sina menyimpulkan bahwa kurikulum yang diberikan kepada anak didik ada tingkatannya masing – masing sehingga materi yang akan disampaikan akan berbeda sesuai dengan umur dan  kemampuan anak didik.
Konsep Ibnu Sina tentang kurikulum  didasarkan pada tingkat perkembangan usia anak didik. Untuk usia anak 3 sampai 5 tahun misalnya, menurut Ibnu Sina perlu diberikan mata pelajaran olahraga, budi pekerti, kebersihan, seni suara, dan kesenian.
Karena pelajaran olahraga tersebut diarahkan untuk membina kesempurnaan pertumbuhan fisik si anak dan berfungsinya organ tubuh secara optimal. Sedangkan pelajaran budi pekerti diarahkan untuk membekali si anak agar memiliki kebiasaan sopan santun dan akhlak yang mulia dalam pergaulan hidup sehari-hari, sehingga si anak akan menjadi terbiasa dengan sopan santun dan berbuat baik kepada semua orang. Selanjutnya dengan pendidikan kebersihan diarahkan agar si anak memiliki kebiasaan mencintai kebersihan, karena kebersihan adalah pokok yang menentukan kepribadian seseorang sehingga dengan menanamkan untuk hidup bersih sejak dini akan membawa dampak yang positif dalam kepribadian si anak untuk kedepannya. Dan dengan pendidikan seni suara dan kesenian diarahkan agar si anak memiliki ketajaman perasaan dalam mencintai serta meningkatkan daya kreatifitas si anak dengan demikian akan lebih berkembang bakat yang dimilikinya.
Selain itu juga pendidikan olahraga juga sangat dibutuhkan juga karena Ibnu Sina juga menjelaskan bahwa olahraga sangat penting bagi perkembangan si anak dan sangat berpengaruh sekali denga psikologisnya. Sehingga olahraga harus disesuaikan dengan kebutuhan si anak juga, karena kemampuan si anak berbeda – beda dan disesuaikan dengan bakat yang dimilikinya sehingga perlu untuk di kembangkan. Dari sekian banyak olahraga, menurut Ibnu Sina yang perlu dimasukan kedalam kurikulum adalah olahraga kekuatan, gulat meloncat, jalan cepat, memanah, berjalan dengan satu kaki dan mengendarai unta.
Selanjutnya kurikulum untuk usia 6 sampai 14 tahun menurut Ibnu Sina adalah mencakup pelajaran membaca dan menghafal al-qur’an, pelajaran agama, pelajaran sya’ir dan pelajaran olah raga.
Pelajaran membaca dan menghafal menurut Ibnu Sina berguna di samping untuk mendukung pelaksanaan ibadah yang memerlukan bacaan ayat-ayat al-qur’an, juga untuk mendukung keberhasilan dalam mempelajari agama islam dan pelajaran agama lainnya yang sumber utamanya Al-qur’an. Selain itu pelajara membaca dan menghafal Al-Qur’an juga mendukung keberhasilan dalam mempelajari bahasa arab, karena dengan menguasai Al-Qur’an berarti ia telah menguasai kosa kata bahasa arab atau bahasa Al-qur’an.dengan demikian penetapan pelajaran membaca Al-qur’an tampak bersifat strategis dan mendasar, baik dilihat dari segi pembinaan sebagai pribadi muslim, maupun dari segi pembentukan ilmuwan muslim, sebagaimana yang diperlihatkan Ibnu Sina sendiri. Sudah menjadi alat kebiasaan umat islam mendahulukan pelajaran Al-Qur’an dari yang lain-lain.
2.4 Metode Pengajaran 
Menurut Ibnu Sina ada beberapa metode pengajarannya yaitu:
1.      Metode Talqin
yaitu metode mengajarkan membaca Al-Qur'an dengan cara memperdengarkan bacaan Al-Qur'an sebagian demi sebagian, dan menyruh anak untuk mengulangi bacaan dengan perlahan-lahan hingga hafal. Metode ini melibatkan guru dan murid dimana murid diperintah untuk membimbing teman-temannya yang masih tertinggal, istilah sekarang adalah tutor sebaya.
2.      Metode Demonstrasi
Yaitu metode cara mengajar meulis dengan mencontoh tulisan huruf hijaiyah di depan murid, kemudian guru menyuruh murid untuk mendengarkannya yang dilanjutkan dengan mendemonstrasikan cara menulis.
3.      Metode Pembiasaan dan Teladan
Adalah metode pengajaran yang sangat efektif, khususnya mengajarkan akhlak dengan cara pembiasaan dan teladan yang disesuaikan dengan psikologis anak.
4.      Metode Diskusi
Adalah metode cara penyajian pelajaran dimana siswa diberi pertanyaan yang bersifat problematis untuk dipecahkan bersama. Diharapkan dengan metode ini mendapatkan pengetahuan yang bersifat rasional dan terotis, sehingga tidak hanya mengajarkan metode ceramah saja yang akibatnya para siswa akan tertinggal jauh dari perkembangan ilmu pengetahuan.
5.      Metode Magang
Adalah metode yang menggabungkan antara teori dan praktek yang nantinya akan menimbulkan manfaat ganda yaitu disamping para siswa mahir dalam suatu bidang ilmu tertentu, juga akan mendatangkan keahlian dalam bekerja atau memiliki kemampuan (skill).
6.      Metode Penugasan
Adalah metode cara penyajian bahan pelajaran dimana guru memberikan tugas ajar. Siswa dapat melakukan kegiatan belajar, sehingga siswa diharapkan dapat memecahkan problem setelah guru menerangkan terlebih dahulu, dalam hal ini sejauh mana siswa dapat memahami materi pelajaran yang telah diajarkan oleh guru.
Dalam metode diatas Ibnu Sina memiliki empat ciri penting sebagai berikut:
a.       Memperlihatkan adanya keinginan besar dari Ibn Sina terhadap kesuksesan pengajaran.
b.      Adanya kesesuaian antara bidang studi dan tingkat usia anak didik.
c.       Lebih memperhatikan pada bakat dan minat anak didik.
d.      Tingkat pengajaran yang menyeluruh mulai dari TK sampai Perguruan Tinggi.

2.5 kontribusinya terhadap pendidikan Nasional
Dari beberapa pemikiran Ibnu Sina banyak yang sangat berkaitan sekali dengan pendidikan Nasional dan mampu menjawab persoalan – persoalan pendidikan yang sesuai dengan tantangan zaman.
 Pendidikan akhlak sangatlah menjadi prioritas dalam pendidikan Islam, seperti yang di jelaskan dalam pemikiran Ibnu sina akhlak adalah menjadi hal yang sangat pokok karena akhlak mulia menjadi salah satu indicator penting perumusan tujuan system pendidikan Nasioal (pasal 3 UU Sisdiknas Tahun 2003).
Mekipun Ibnu Sina lebih terkenal dengan seorang ilmuwan yang ahli dalam bidang kedokteran namun beliau juga mampu memahami Al-Qur’an sejak usia dini, jadi. Pendidikan Al-Qur’an juga sangatlah penting utuk diterapkan dalam sekolah-sekolah. Namun kenyataannya di Indonesia sendiri masih banyak sekolah yang belum mampu untuk mengintegrasikannya dalam pendidikan sekolah, sehingga perlu adanya pembelajaran integrasi antara Al-Qur’an dan Ilmu – ilmu lainnya, dengan harapan agar muncul bibit – bibit penerus bangsa yang seperti Ibnu Sina sebagai “ulama’ yang ilmuwan dan ilmuwan yang Ulama’”.
Dalam konteks pendidikan di Indonesia, paradigma semacam ini harus terbangun. Adanya istilah "pendidikan umum" dan "pendidikan agama" yang biasa dikenal di negeri ini kerap kali menimbulkan paradigma dikotomik yang mempertentangkan antara satu ilmu dengan yang lain. Paradigma semacam ini menimbulkan beberapa persoalan, seperti: ilmu yang dimiliki tidak mengantarkan seseorang untuk dekat dengan Allah, sikap beragama hanya urusan privasi seseorang, pembinaan akhlak hanya tugas guru agama yang banyak berbicara tentang nilai, kecenderungan hidup pragmatis-materialistik lebih menguat, dan sebagainya. Oleh karena itu, pemikiran Ibn Sina paradigma ini patut diaktualisasikan dalam mewujudkan sumber daya manusia indonesia yang berkualitas: beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia serta cerdas dalam menyelesaikan berbagai persoalan sehingga menemukan kebahagiaan hakiki.




BAB III
PENUTUP
1.1  Kesimpulan
Dalam sejarah pemikiran islam, Ibnu Sina dikenal sebagai intelektual muslim yang banyak mendapat gelar. Sebagai ilmuan Ibnu Sina telah berhasil menyumbangkan buah pemikirannya dalam buku karangannya yang berjumlah 276 buah. Bukunya yang terkenal diantaranya yaitu asy-syifa berupa ensklipedi tentang fisika, matematika dan logika serta al-Qanun at Tibb yang merupakan ensklipedi tentang kedokteran.
Dalam pandangan Ibnu Sina,  pendidikan tak hanya memperhatikan aspek moral, namun juga membentuk individu yang menyeluruh termasuk, jiwa, pikiran dan karakter.  Menurutnya, pendidikan sangat  penting diberikan kepada anak-anak untuk mempersiapkan diri untuk menghadapi masa dewasa.
Ibnu Sina mengungkapkan, seseorang harus memiliki profesi tertentu dan harus bisa berkontribusi bagi masyarakat. Ibnu Sina mengungkapkan pendidikan itu harus diberikan secara berjenjang berdasarkan usia.
DOWNLOAD file ini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar