Minggu, 15 April 2012

Perumusan teori dalam penelitian


A. Pengertian Teori dalam Penelitian
Teori dalam penelitian merupakan “an organized system of concepts” (Direnzo, 1966). Lebih lanjut diperluas pengertian teori dalam penelitian “a set of interrelated constructs (concepts), devinition, and proposition that present a systematic view of phenomena by specifying relations among variables, with the purpose of explaning and predicting the phenomena” (Kerlinger F.N, 1973)
Adanya pengertian teori dari kerlinger tersebut jelas bahwasanya formulasi teori menuntut adanya suatu konsep atau “conceptual definitions”. Konstruktur maupun konsep, sebagai konsep terkecil dari pada teori berfungsi sangat “ representative simbolis”.
Sedangkan konsep atau konstruktur dapat di definisikan sebagai berikut berikut:” a rational representation of universal application which comprehends the essential attributes of q class or logical species of phenomena”.
Dengan demikian, tindakan peneliti yang pertama kali harus dilakukan adalah mengidentifikasi fenomena yang relevan bagi subyek yang sedang diteliti, yang selanjutnya peneliti merumuskannya dalam bentuk konstruk. Berikutnya berdasarkan pengetahuan dan latar belakang pengalamannya peneliti menarik hubungan antara konstruk ke dalam suatu jaringan hubungan sebab akibat atau “ network of relationships “ (Krathwohl 1985).


B. Hubungan antar Konsep dalam Penelitian
peneliti perlu menegaskan bahwasannya koefisien korelasi tidak menujukkan arah hubungan yang jelas, mana yang independen ataupun yang dependen. Hal tersebut hanya dapat diperjelas melalui teori. Sebab dengan teorisasilah yang mampu menginterprestasikan arah hubungan tersebut baik antara independen maupun dependen. Pada hakikatnya terdapat beberapa jenis atau tipe hubungan antara variable (Kidder, 1986), iantaranya sebagai berikut:
a.       Hubungan simetris, yaitu hubungan di mana variable yang satu tidak berkorelasi dengan variable yang lain. Misalnya, mahasiswa yang berhasil baik dalam “verbal test” berhasil pula dalam “mathematical test” hubungan simetris tersebut ternyata bervariasi, seperti tercermin dalam paparan berikut:
                                i.            Alternative indicators of the same concept, misalnya: telapak tangan dingin, sedang hati berdebar-debar,
                              ii.            Fungsional interpendence of the elements of a unit, misalnya: adanya jantung dan paru-paru, keduanya merupkan bagian organ tubuh
                            iii.            Fortuitous (peristiwa yang kebetulan), misalnya: perang Libanon semakin hangat, juga harga kentang di Malang semakin mahal pula,

b.      Reciprocral Relantionship, apabila dua variabel berinteraksi, dan mutually reinforcing atau disebut alternating asymmetry, misalnya:
x-----x-----x-----x-----x-----dan seterusnya.
               To     t1     t2     t3      to
c.       A symmetrical Relationship,jika ditelaah secara cermat, inti daripada analisis ilmiah terletak pada hubungan asimetris. Di sini dijumpai hubungan antara independen variabel dengan independen variabel, yang varasinya tercermin sebagai berikut:
i.          casual type of determinant (hubungan stimulus dan respon), misalnya: dampak film “hunter” terhadap perilaku anak.
ii.         association between “ a dispoisition” and “ a response”, misalnya:
·          Madura dengan perilaku keras dan kasar
·         Bahannya  karet busa ternyata kempes
·         Pikiran liberal dan perilakunya liberal.
d.      one in wich the independent variable is essentially a necessary precondition for a given effect, misalnya:
·         Literacy and technilogical progress. (Ker;imger, 1973; Krathwohl, 1985).

Dengan demikian yang harus diperhatikan dalam kajian pustaka adalah hubungan antar konsep atau hubungan antar konstruk, berdasar ats kajian hubungan antar konsep,peneliti harus mencoba mangambangkannya tetapi dalam bentyk hipotesis. Dalam pengertian lain hipotesis merupakan antara konsep atau hubungan antar konstruk yang dibuktikan secara empiris (empirical testing). (Krathwohl, 1985).
Dari pparan diatas maka teori merupakan perumusan hal-hal yang abstrak. Jika dikaji jauh lagi maka peneliti harus menyalidiki ada tidaknya hubungannya teori dengan penelitian. Dalam ilmu-ilmu sosial, sosiologi, psikologi, di mana teori merupakan abstraksi, sedang abstraksi yang merupakan bagian dari pada teori biasa disebut dengan konsep. Teorimerupakan dasar tujuan suatu ilmu dalam upaya menjelaskan gejala alam yang masih bersifat umum. Upaya untuk menjelaskan gejala, abstraksi dari keadaan yang demikian disebut teori. Misalnya untuk menjelaskan tingkah laku anak secara jelas dan terinci, maka para pakar psikologi menjelaskan secara keseluruhan mencakup beberapa hubungan tingkah laku anak tersebut.
Berkaitan dengan tujuan ilmu teori yang kemungkinannya bahwa seluruh aktivitas manusia telah dimasukkan ke dalam teori yang merupakan jalan secara praktis. Jika dikatakan bahwa tujuan ilmu adalah untuk kemajuan umat manusia, maka secara spontanitas para pembaca akan menerima ungkapan tersebut. Tetapi dasar tujuan ilmu itu adalah bukan berdasar atas kemajuan umat manusia merupakan suatu pernyataan teori. Sebab itu tujuan dari ilmu adalah  merupakan penjelasan, pengertian, meramalkan, dan pengawasan (penguasaan).
Jika menerima teori seperti pada tujuan pokok utama ilmu itu, betapapun penjelasan, pengertian itu menjadi sederhana sebagaimana tujuan poko dari ilmu itu. Oleh karenanya para pakar di bidang ini memberiukan pengertian teori adalah merupakan seperangkat gagasan atau konsep, ketentusn, dan rencana, yang sistematis terhadap kejadian oleh adanya hubungan yang menetapkan di antara variable, dengan tujuan menjelaskan, maramalkan gejala tersebut (Kerlinger, 1973).
Bertolak dari pengertian teori di atas, maka dapat dijelaskan bahwa teori mengandung 3 unsur, yaitu:
1.      Teori adalah seperangkat rencana, gagasan yang dibuat ketentuan, an saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya
2.      Bahwa teori itu dijelaskan, dikemukakan adanya suatu hubungan di antara seperangkat variabel, dan diajarkan secara sistematis tentang kejadian, gejala tersebut dalam bentuk variabel
3.      Bahwa teori itu adalah menerangkan atau menjelaskanperjanjian, hal itudilakukan juga oleh ketentuan, ketetapan, apakah variabel itu berhubungan? Oleh karena itu peneliti harus diberi kemungkinan untuk meramalkan dari variabel-variabel yang khusus terhadap variabel lain yang dapat dipercaya.

Salah satu kemungkinan untuk lebih memperjelas pembaca adalah contoh berikut: “kegagalan sekolah”. Kegagalan sekolah terjadi kemungkinan salah satu variabelnya adalah kecerdasan, sikap, kegelisahan, jumlah atau beban anggota keluarga, kelas sosial, dan dorongan. Dengan melihat kejadian dari tiap variabel tersebut sudah tentu dapat dijelaskan terjadinya kegagalan sekolah tersebut.
Para pakar berhasil mempergunakan seperangkat variabel, kemudian mengerti, akan kegagalan sekolah itu. Mereka dapat menjelaskan beberapa tingkat persoalan, setidak-tidaknya mampu meramalkan terjadinya kegagalan sekolah tersebut. Untuk dapat menje;askan, meramalkan kejadian terhadap “kegagalan sekolah” hanya dapat dilakukan dengan cara meringkas dari teori. Namun demikian tidak semua peneliti mampu memulai melakukan penelitian dengan suatu teori tertentu, tanpa ditentukan oleh ada tidaknya teori yng bersangkutan.
Teori pada pokoknyamerupakan pernyataan mengenai sebab akibat, adanya hubungan positif antara gejala yang diteliti atau adanya bebrapa faktor yang terkait dalam kehidupan. Dengan melakukan analisis teori diperoleh suatu hasil untuk memperluas teori itu dalam upaya memperluas dan memperjelas gejala yang muncul dalam kehidupan. Dengan adanya kerangka teori akan banyak membantu peneliti dalam menentukan arah, sasaran, tujuan penelitian, begitu pula halnya dalam memilih konsep yang tepat dalam pembentukan hipotesis(Koentjaningrat, 1977).
Penting untuk diperhatikan oleh para peneliti khususnya peneliti pemula bahwa teori bukanlah pengetahuan yang sudah pasti, tetapi harus dianggap sebagai petunjuk perumusan hipotesis penelitian. Sebab itu kontribusi hipotesis terhadap teori adalah:
1.      Menemukan teori baru,
2.      Menguji teori yng sudah ada,
3.      Memeriksa fenomena tertentu (Emmy, 1979).

C. Fungsi Teori dalam Penelitian
            Dari paparan di atas selanjutnya dapat ditelusuri lebih jauh akan fungsi teori dalam penelitian antara lain sebagai berikut:
1)      Teori berfungsi sebagai klasifikasi, dalam hal ini teori memberi pedoman dan strategi, melalui konsep-konsepnya, untuk mengumpulkan data yang relevan, untuk melakukan klasifikasi atau pengelompokan/penggolongan data, menetapkan kategori-kategori yang dipandang memiliki maksud dan tujuan. Dengan bekal kerangka teori peneliti dalam mengumpulkan data tidak lagi merupakan himpunan yang tidak teratur dan tidak menentu, sebab teori memberi arah dan petunjuk bagi peneliti terutama data apa yang perlu dikumpulkan, bagaimana menyusun klasifikasinya berdasar atas tujuan penelitian yang telah ditetapkan sebelumnya. Misalnya, teori peningkatan mutu, kualitas pendidikan yang menghubungkan kerajinan guru dngan anak putus sekolah (drop out). Peneliti dengan berbekal teori yang mantap mampu melakukan dan menghimpun pengelompokan data anak yang putus sekolah (drop out) menurut tingkat pendidikan. Hal ini erat kaitannya dengan teori yang menyatakan adanya perbedaan tingkat anak putus sekolah di antara tingkat pendidikan yang ada mulai dari tingkat sekolah dasar, menengah tingkat pertama, tingkat menengah atas, maupun tingkat perguruan tinggi.
2)      Teori berfungsi sebagai eksplanatur, maksudnya bahwasanya teori memiliki banyak informasi di balik rangkaian fenomena. Informasi di sini diharapkan teori mampu memberikan jawaban mengenai sebab-musabab terjadinya suatu fenomena. Sebenarnya kegiatan penciptaan teori yang paling penting adalah proses kegiatan untuk menemukan sejumlah ulasan yang memberi bukti penyebab dari suatu kegiatan atau kejadian tertentu. Alasan yang merupakan inti atau bukti tentu saja dapat diperoleh melalui pengujian secara empiris dengan menggunakan prosedur dan metodologi yang memadai. Teori selalu bersifat menemukan kesimpulan dengan jalan mengadakan abstraksi dari sejumlah fakta yang konkret. Kerangka abstraksi yang menghubungkan antara fakta itu selalu menjadi rangkaian yang berhubungan satu sama lain dalam kaitan yang memiliki makna. Inilah salah satu jasa yang diberikan teori dalam menjelaskan fakta, dan dengan berkat teori maka hubungan antara fakta menjadi jelas dan masuk akal.
3)      Fungsi teori sebagai prediktif, dalam kaitan ini sebenarnya merupakan kelanjutan dari teori yang berfungsi sebagai eksplanasi yakni menjelaskan sebab akibat kejadian tertentu. Sebab dengan mengetahui suatu kejadian akan tahu pula penyebab terjadinya kejadian yang lain, sehingga bilamana kejadian yang semacam itu terjadi berulangkali, dan polanya sama, maka peneliti menjadi yakin akan ketepatan hubungan sebab akibat dari kejadian tersebut, yang selanjutnya peneliti diharapkan mampu untuk meramalkan apa yang akan terjadi. Apabila dalam situasi yang berbeda, peneliti menjumpai timbulnya faktor penyebab yang sama, maka dapat dipastikan adanya akibat tertentu akan terjadi.

Kembali kepada teori “peningkatan mutu” dan “kualitas pendidikan”, yang menghubungkan dengan kerajinan guru juga dengan putus sekolah (drop out), yang salah satu di antara penyebab putus sekolah (drop out) adalah krisis ekonomi ini maka angka putus sekolah (drop out) akan bertambah besar, sebab adanya krisis ekonomi menyebabkan kurang adanya kestabilan, timbul kekacauan yang mengganggu ketenangan dalam kehidupan, ketertiban sosial terganggu. Data statistic menunjukkan bila keadaan ekonomi stabil atau membaik, maka angka putus sekolah (drop out) akan menurun atau malah terjadi sebaliknya, di samping itu mungkin factor yang lain sebagai penyebabnya. Dengan demikian peneliti harus mampu memprediksi sebab-sebab terjadinya putus sekolah (drop out) yang dikarenakan berbagai macam factor penyebab. Sedangkan menurut tingkatan generalisasi atau abstraksi yang dicakup oleh teori meliputi besar kecilnya sejumlah gejala yang dicakup di dalamnya, dapatlah dibedakan pada tingkatan sebagai berikut:
1)      Tingkatan grand teori, yaitu teori besar atau teori makro yang mempunyai tingkatan generalisasi sangat luas, dan tingkat abstraksi yang sangat tinggi. Teori besar atau makro mencakup sejumlah gejala yang amat luas meliputi seluruh aspek kehidupan manusia.
Contohnya, yang biasa dikenal adalah teori fungsional dari person yang mencakup seluruh bidang kehidupan manusia, aspek kepribadian, aspek kehidupan masyarakat, dan aspek kehidupan budaya manusia. Mengingat terlalu luasnya gejala yang tercakup di dalamnya, maka grand teori yang abstrak seperti ini sering mendapat kritikan yang menyangsikan kadar validitas teorinya yang lebih cenderung pada system filsafat.
2)      Tingkatan middle range teori, yakni teori yang memiliki jangkauan sedang, hal ini bermaksud untuk menjembatani antara konsep yang abstrak yang berasal dari grand teori dengan data yang konkret. Daerah generalisasi dari teori yang memilikijangkauan menengah ini tidak terlalu luas, dan tingkat abstraksinya tidak terlalu tinggi. Teori ini oleh penganjurnya dipandang sebagai tingkat teori yang realitas, karena tidak terlalu abstrak dan luas, sehingga kehilangan tempat berpijak di alam realita. Teori ini juga tidak terlalu sempit melingkar pada kenyataan empiris yang terbatas dan pragmatis sehingga tidak memungkinkan adanya proses akumulasi terhadap prinsip-prinsip yang diketemukan, dan yang sangat penting artinya untuk pengembangan ilmu.
Contoh teori level ini seperti yang dikemukakan oleh Robert Merton tentang mesin politik di Amerika yang menjelaskan tentang peranan gelap dari “boss” politik untuk memenuhi tuntunan kebutuhan kelompok emigran yang melanggar hokum, dengan imbalan dukungan suara dalam pemilihan umum, yang kesemuanya itu dijelaskan dalam teori fungsional dari person.
3)      Tingkatan mikro teori, di mana para pendukung teori ini memusatkan perhatian pada ruang lingkup gejala yang lebih sempit, yang biasanya diambil dari masalah-masalah yang praktis. Masalah yang sebenarnya bagi mereka adalah lebih tepat dikatakan tidak menggunakan teori sama sekali karena mereka hanya ingin membuktikan konsep yang merupakan elemen kecil dari teori.
Contoh tentang kelas social yang berorientasi politk, di mana hubungan konsep tersebut hanyalah merupakan suatu teori yang sifatnya mempersempit ruang lingkup dari teori itu sendiri. Konsep ini sifatnya sangat praktis dan biasa terjadi dalam kehidupan sehari—hari, terutama sekali menjelang pemilihan umum. Konsep yang demikian ini dihubungkan dengan keadaan sehari-hari pada biasanya, boleh dibilang seperti tidak memakai suatu teori karena praktisnya dan memang terjadi demikian di dalam kehidupan, dan konsep ini penting dalam penelitian sebab sangat besar fungsi dan kegunaannya, karena melalui konsep yang jelas peneliti dapat mempersoalkan suatu realita. Melalui konsep yang jelas dunia sekeliling kita dapat diklasifikasikan, sehingga dengan demikian ada kemungkinan untuk dipersoalkan, dipecahkan, dengan catatan pengertian akan konsep tersebut harus disepakati bersama. Ini penting artinya agar nantinya tidak timbul adanya perbedaan akan pengertian konsep tersebut lantaran tidak adanya bahasa yang sama, dan yang umum dipergunakan sudah tentu yang demikian akan menghambat kemajuan ilmiah. Oleh karena itu konsep menuntut adanyasuatu kejelasan mengenai apa yang dimaksud dengan konsep tersebut. Perlu diketahui oleh peneliti bahwasanya validitas dari suatu konsep harus dihubungkan dengan tujuan penelitian yang ingin dicapai. Konsep yang dibuat itu mampu untuk memenuhi tujuan penelitiannya, maka validitas suatu konsep telah dinyatakan. Hal ini karena konsep selalu mengalami perkembangan atas dasar pengalaman manusia. Sebab dalam mempersepsikan sesuatu sangat tergantung pada “frame of reference” yang berbeda-beda bagi setiap peneliti. Hal ini terjadi karena dalam perkembangan ilmiah sering mengakibatkan bahwa arti dari konsep bisa berubah-ubah (Vredenbregt, 1978).
            Seperti telah dijelaskan di atas, maka konsep merupakan bagian dari teori, atau lebih tepatnya teori terdiri atas rangkaian beberapa konsep. Jika konsep mobilitas vertical dihubungkan dengan konsep perbuatan yang berlebih-lebihan, maka hal itu akan didapat pada permulaan dari pada suatu teori. Mungkin dapat menjadi teori jika telah ada pembuktian yang cukup. Jika perumusan konsep tersebut diterima sebagai teori, maka setiap kali dilihat adanya mobilitas vertical, dan setiap kali peneliti meramalkan, besar sekali kemungkinannya akan timbul suatu tindakan yang berlebih-lebihan. Adakalanya hubungan dua konsep seperti ini mempunyai efek akibat manakala prasyarat tertentu dipenuhi.
            Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa teori mempunyai fungsi untuk mendahului kenyataan, yaitu meramalkan apa yang akan terjadi sehingga dengan demikian dapat mengisi kesenjangan pengetahuan yang tidak dapat hanya dicapai dengan melihat kenyataan saja. Dengan demikian teori dan konsep memiliki peranan penting dalam penelitian terutama sekali dalam perumusan suatu hipotesis manakala penelitian tersebut mempergunakan hipotesis.

D. Fungsi Fakta dalam Penelitian
            Jika peneliti mengatakan bahwa seseorang yang mengatakan atau membicarakan sesuatu adalah fakta, seakan-akan tidak ada lagi yang perlu dibuktikan. Fakta berbicara sendiri, demikian dasar pertimbangannya. Dalam hal ini yang perlu dipertanyakan apa sebenarnya yang dimaksud dengan fakta dalam penelitian? Sebab ada fakta yang terbuka yang diketahui orang banyak, dan fakta terbuka ini unsur-unsurnya diketahui dan dapat diketahui, sedang orang lain juga mengetahui dalam arti fakta tersebut bukan merupakan rahasia. Misalnya, fakta terbuka seperti: pria, wanita, dan lain sebagainya. Di sini unsur pria, wanita diketahui dan orang lain juga mengetahuinya. Jika hal-hal tersebut tidak diketahui oleh orang lain, maka fakta tersebut merupakan fakta perseorangan. Fakta perseorangan ini mungkin unsure-unsurnya mungkin diketahui oleh orang lain, tetapi orang lain tidak dapat membuktikannya. Begitu pula dengan pendapat seseorang tentang Keluarga Berencana (KB). Pendapat ini mungkin diketahui oleh orang banyak, karena secara terbuka semua orang mengetahui. Tetapi kemungkinan juga terdapat pendapat pribadi atau perorangan, yang dalam hal ini tidak diberitahukan kepada orang lain. Akan lebih sulit lagi bila pendapat perseorangan ini tidak konsisten, selalu berganti, hari ini berpendapat A, harri esoknya berpendapat B, esoknya lagi berpendapat lain dan seterusnya.
            Dalam ilmu eksakta obyek pembicaraannya adalah terbuka dan selam unsur-unsurnya diketahui secara jelas, dalam hal ini di dalam lapangan yang belum lengkap datanya.
Untuk dapat menjadi instrument penelitian yang baik, peneliti kualitatif dituntut untuk memiliki wawasan yang luas, baik wawasan teoritis maupun wawasan yang berkaitan dengan konteks sosial yang diteliti yang berupa nilai, budaya, keyakinan, hukum, adat-istiadat yang terjadi dan berkembang pada konteks sosial tersebut. Bila peneliti tidak memiliki wawasan yang luas, maka peneliti akan sulit membuka pertanyaan pada sumber data, sulit memahami apa yang terjadi, tidak akan mampu memahami analisis secara induktif terhadap data yang diperoleh, padahal pendekatan induktif memberikan panekanan pada pemahaman yang kompresif atau “holistik" mengenai situasi sosial yang ditelaah. Artinya, kehidupan sosial dipandang sebagai pelibatan serangkaian peristiwa yang saling berpautan, yang perlu untuk digambarkan secara lengkap oleh peneliti kualitatif.
Peneliti kualitatif dituntut mampu mengorganisasikan semua teori yang dibaca. Landasan teori yang dituliskan dalam proposal penelitian lebih berfungsi untuk menunjukkan seberapa jauh peneliti memiliki teori dan memahami permasalahan yang diteliti walaupun permasalahan tersebut masih bersifat sementara. Oleh karena itu landasan teori yang dikemukakan bukan merupakan harga mati, tetapi bersifat sementara. Peneliti kualitatif justru dituntut untuk melakukan “grounded research”, yaitu menemukan teori berdasarkan data yang diperoleh dilapangan.
Setiap penelitian bermaksud untuk menemukan atau mengembangkan pengetahuan. Pengetahuan itu adakalanya berupa teori, yang merupakan penjelasan terhadap gejala-gejala, dan adakalanya berupa knowledge yang merupakan konsep-konsep atau pola-pola regulasi yang terdapat di alam ini. Selain itu, penelitian juga bermaksud untuk menemukan pengetahuan yang berupa strategi-strategi untuk pemecahan suatu masalah.
Untuk menggali ragam pengetahuan yang disebut di atas, penelitian kualitatif mempunyai caranya sendiri, yang berbeda dari penelitian kuantitatif. Jika penelitian kuantitatif bertolak dari suatu teori dan kemudian bermaksud untuk mengujinya, maka dalam penelitian kualitatif tidak demikian halnya. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bertolak dari ketidaktahuan, artinya peneliti belum memiliki pengetahuan tentang obyek yang diteliti, termasuk jenis data dan kategori-kategori yang mungkin ditemukan. Karena itu, penelitian kualitatif tidak menggunakan teori yang sudah ada sebagai dasar pengembangan teoritiknya.

1 komentar: